Senin, 22 Desember 2014

KONSEP MANAJEMEN ISLAMI



Peran Syariah Dalam Fungsi Manajemen
Seperti yang sudah dikemukan diatas bahwa peran syariah Islam adalah pada cara pandang dalam implementasi manajemen. Dimana standar yang diambil dalam setiap fungsi manajemen terikat dengan hukum-hukum syara’ (syariat Islam). Fungsi manajemen sebagaimana kita ketahui ada empat yang utama, yaitu: perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), pengontrolan (controlling), dan pengevaluasian (evaluating).
Syariah dalam Fungsi Perencanaan
Berikut ini adalah beberapa Implementasi syariah dalam fungsi perencanaan:
1.      Perencanaan bidang SDM.
Permasalahan utama bidang SDM adalah penetapan standar perekrutan SDM. Implementasi syariah pada bidang ini dapat berupa penetapan profesionalisme yang harus dimiliki oleh seluruh komponen SDM perusahaan. Kriteria profesional menurut syariah adalah harus memenuhi 3 unsur, yaitu kafa’ah (ahli di bidangnya), amanah (bersungguh-sungguh dan bertanggung jawab), memiliki etos kerja yang tinggi (himmatul ‘amal).
2.      Perencanaan Bidang Keuangan
Permasalahan utama bidang keuangan adalah penetapan sumber dana dan alokasi pengeluaran. Implementasi syariah pada bidang ini dapat berupa penetapan syarat kehalalan dana, baik sumber masukan maupun alokasinya. Maka, tidak pernah direncanakan, mislanya, peminjaman dana yang mengandung unsur riba, atau pemanfaatan dana untuk menyogok pejabat.
3.      Perencanaan Bidang Operasi/produksi
Implementasi syariah pada bidang ini berupa penetapan bahan masukan produksi dan proses yang akan dilangsungkan. Dlam dunia pendidikan, mislanya, inpuntnya adalah SDM Muslim dan proses pendidikannya ditetapkan dengan menggunakan kurikulum yang Islami. Dalam Industri pangan, maka masukannya adalah bahan pangan yang telah dipastikan kehalalannya. Sementara proses produksinya ditetapkan berlangsung secara aman dan tidak bertentangan dengan syariah.

4.      Perencanaan bidang pemasaran.
Implementasi syariah pada bidang ini dapat berupa penetapan segmentasi pasar, targeting dan positioning, juga termasuk promosi. Dalam dunia pendidikan, mislanya, segmen yang dibidik adalah SDM muslim. Target yang ingin dicapai adalah output didik (SDM) yang profesional. Sedangkan posisi yang ditetapkan adalah lembaga yang memiliki unique position sebagai lembaga pendidikan manajemen syariah. Dalam promosi tidak melakukan kebohongan, penipuan ataupun penggunaan wanita tanpa menutup aurat sempurna.

Peran Syariah dalam Pengorganisasian.
Berikut ini adalah beberapa Implementasi syariah dalam fungsi pengorganisasian:

  • Aspek Struktur

Pada aspek ini syariah di implementasikan pada SDM yaitu hal-hal yang berkorelasi dengan faktor Prfesionalisme serta Aqad pekerjaan. Harus dihindarkan penempatan SDM pada struktur yan tidak sesuai dengan kafa’ah-nya atau dengan aqad pekerjaannya. Yang pertama akan menyebabkan timbulnya kerusakan, dan yang kedua bertentangan dengan keharusan kesesuaian antara aqad dan pekerja.

  • Aspek Tugas dan Wewenang

Implementasi syariah dalam hal ini terutama di tekankan pada kejelasan tugas dan wewenang masing-masing bidang yang diterima oleh para SDM pelaksana berdasarkan kesanggupan dan kemampuan masing-masing sesuai dengan aqad pekerjaan tersebut.

  • Aspek Hubungan

Implementasi syariah pada aspek ini berupa penetapan budaya organisasi bahwa setiap interaksi antar SDM adalah hubungan muamalah yang selalu mengacu pada amar ma’ruf dan nahi munkar.




Peran Syariah dalam Pengontrolan
Berikut ini adalah beberapa Implementasi syariah dalam fungsi pengarahan adalah merupakan tugas utama dari fungsi kepemimpinan.
Fungsi kepemimpinan selain sebagai penggembala (pembimbing, pengarah, pemberi solusi dan fasilitator), maka implementasi syariah dalam fungsi pengarahan dapat dilaksankan pada dua fungsi utama dari kepemimpinan itu sendiri, yakni fungsi pemecahan masalah (pemberi solusi) dan fungsi sosial (fasilitator). Pertama, fungsi pemecahan masalah. Mencakup pemberian pendapat, informasi dan solusi dari suatu permasalahan yang tentu saja selalu disandarkan pada syariah, yakni dengan di dukung oleh adanya dalil, argumentasi atau hujah yang kuat. Fungsi ini diarahkan juga untuk dapat memberikan motivasi ruhiyah kepada para SDM organisasi.
·     Motivasi
Seorang pemimpin bertugas untuk memotivasi, mendorong dan memberi keyakinan kepada orang yang dipimpinnya dalam suatu entitas atau kelompok, baik itu individu sebagai entitas terkecil sebuah komunitas ataupun hingga skala negara, untuk mencapai tujuan sesuai dengan kapasitas kemampuan yang dimiliki. Pemimpin harus dapat memfasilitasi anggotanya dalam mencapai tujuannya. Maka dalam hal motivasi ini seorang pemimpin harus dapat memberikan kekuatan ruhiyah. Kekuatan yang muncul karena adanya kesadaran akibat pemahaman (mafhum) akan maksud dan tujuan yang mendasari amal perbuatan yang dilakukan. Oleh karena itu wajib bagi pemimpin untuk memberikan pemahaman dan motivasi kepada setiap orang yang dipimpinnya, agar perbuatan mereka dapat dilaksanakn dengan baik dan sempurna, tidak keluar dari tanggung jawab dan wewenangnya.
·         Fasilitator
Kedua, fungsi sosial. Fungsi sosial yang berhubungan dengan interaksi antar anggota komunitas dalam menjaga suasana kebersamaan tim agar tetap sebagai team (together everyone achieve more). Setiap anggotanya harus dapat bersinergi dalam kesamaan visi, misi dan tujuan organisasi. Suasana tersebut dapat diringkas dalam formula three in one (3 in 1), yakni kebersamaan seluruh anggota dalam kesatuan bingkai thinking-afkar (ide atau pemikiran), feeling-masyair (perasaan) dan rule of game-nidzam (aturan bermain). Tentu saja interaksi yang terjadi berada dalam koridor amar ma’ruf dan nahi munkar.

Peran Syariah dalam Evaluasi
Fungsi manajerial pengawasan adalah untuk mengukur dan mengoreksi prestasi kerja bawahan guna memastikan bahwa tujuan organisasi disemua tingkat dan rencana yang di desain untuk mencapainya, sedang dilaksanakan. Pengawasan membutuhkan prasyarat adanya perencanaan yang jelas dan matang serta struktur organisasi yang tepat. Dalam konteks ini, implementasi syariah diwujudkan melalui tiga pilar pengawasan, yaitu:
1.   Ketaqwaan individu. Seluruh personel SDM perusahaan dipastikan dan dibina agar menjadi SDM yang bertaqwa.
2.   Kontrol anggota. Dengan suasana organisasi yang mencerminkan formula TEAM, maka proses keberlangsungan organisasi selalu akan mendapatkan pengawalan dari para SDM-nya agar sesuai dengan arah yang telah ditetapkan.
3.   Penerapan (supremasi) aturan. Organisasi ditegakkan dengan aturan main yang jelas dan transparan serta-tentu saja-tidak bertentangan dengan syariah.

Empat Pilar Etika Manajemen Bisnis Menurut Islam
1.      TAUHID
Memandang bahwa segala aset dari transaksi bisnis yang terjadi di dunia adalah milik Allah, manusia hanya mendapatkan amanah untuk mengelolanya.
2.      ADIL
Segala keputusan menyangkut transaksi dengan lawan bisnis atau kesepakatan kerja harus dilandasi dengan “akad saling setuju” dengan sistem profit and lost sharing.
3.      KEHENDAK BEBAS
Manajemen Islam mempersilahkan umatnya untuk menumpahkan kreativitasnya dalam melakukan transaksi bisnisnya sepanjang memenuhi asas hukum ekonomi Islam, yaitu Halal.
4.      PERTANGGUNGJAWABAN
Semua keputusan seorang pimpinan harus dipertanggungjawabkan oleh yang bersangkutan.


Beberapa Prinsip Dalam Model Manajemen Islami
Ø  Manfaatkan waktu sebaik-baiknya.
Ø  Hari ini harus lebih baik dari hari kemarin.
Ø  Bersegeralah menyelesaikan pekerjaan lain, setelah pekerjaan sekarang selesai.
Ø  Kerjakan tugas mulai dari yang penting dan mendesak.
Ø  Komitmen.

Kamis, 27 November 2014

IMPLEMENTASI QUALITY MANAGEMENT



*        Latar Belakang Perlunya Perubahan
Dalam era globalisasi dan liberalisasi perdagangan ini terjadi berbagai perubahan dalam hampir semua aspek, misalnya dalam aspek politik, sosial budaya, ekonomi, teknologi, hankam dan hukum.  Perubahan yang terjadi tersebut ada yang bersifat makro dan ada pula yang bersifat mikro.
Kekuatan eksternal yang mendorong diperlukannya perubahan bersal dari luar organisasi. Ada empat kekuatan eksternal utama, yaitu karakteristik demografi, kemajuan teknologi, perubahan pasar dan tekanan sosial dan politik.
1.        Karakteristik demografi
Perubahan-perubahan demografi yang dapat mendorong diperlukannya perubahan antara lain menyangkut tingkat pendidikan dan keterampilan angkatan kerja yang tidak sesuai dengan kebutuhan perusahaan, banyaknya kaum wanita yang masuk dalam angkatan kerja, dan lain-lain.
2.        Kemajuan teknologi
Dewasa ini semakin banyak perusahaan manufaktur dan jasa yang memanfaatkan teknologi sebagai alat untuk meningkatkan produktivitas dan daya saingnya.
3.        Perubahan pasar
Faktor yang paling kuat pengaruhnya dalam perubahan pasar adalah perubahan preferensi konsumen. Semakin hari konsumen semakin ‘terdidik” dalam artinya mereka makin memahami segala sesuatu yang berkaitan dengan kebutuhan dan pemenuhan kebutuhannya.
4.        Tekanan sosial dan politik
Kekuatan keempat ini disebabkan oleh kejadian-kejadian sosial dan politik. Nilai-nilai pribadi dapat mempengaruhi kebutuhan, prioritas, dan motivasi karyawan.
Selain didorong oleh kekuatan eksternal, kebutuhan akan perubahan juga dapat didorong oleh kekuatan internal yang berasal dari dalam organisasi sendiri. Kekuatan internal ini bisa dipengaruhi oleh masalah sumber daya manusia dan perilaku atau keputusan manajerial.
1.         Permasalahan/prospek sumber daya manusia
Munculnya masalah ini berkaitan dengan persepsi karyawan atas perlakuan terhadap mereka dalam pekerjaannya dan kesesuaian antara kebutuhan dan keinginan individual dan organisasional.
2.         Perilaku/keputusan manajerial
Konflik interpersonal, perilaku pemimpin yang tidak sesuai, sistem penghargaan yang tidak memadai, serta adanya reorganisasi struktural merupakan faktor-faktor pendorong diperlukannya perubahan yang berkaitan dengan perilaku/keputusan manajerial.
Total Quality Management (TQM) merupakan suatu konsep manajemen modern yang berusaha untuk memberikan respon secara tepat terhadap setiap perubahan yang ada, baik yang didorong oleh kekuatan eksternal maupun internal organisasi. TQM lebih berfokus pada tujuan perusahaan untuk melayani kebutuhan pelanggan dengan memasok barang dan jasa yang memiliki kualitas setinggi mungkin. Kehadiran TQM sebgaai paradigma baru menuntut komitmen jangka panjang dan perubahan total atas paradigma manajemen tradisonal. Perlunya perubahan total dikarenakan cara menjalankan bisnis dengan TQM berbeda sekali dengan cara tradisional dalam menjalankan bisnis. Perbedaan pokoknya berupa karakteristik yang tercakup dalam unsur TQM, yaitu :
·      Fokus pada pelanggan, baik pelanggan internal maupun eksternal
·      Obsesi tinggi terhadapa kualitas
·      Penggunaan pendekatan ilmiah dalam pengambilan keputusan dan pemecahan masalah
·      Komitmen jangka panjang
·      Kerja sama tim (teamwork)
·      Adanya keterlibatan dan pemberdayaan karyawan.
·      Adanya pendidikan dan pelatihan yang bersifat bottom-up
·      Kebebasan yang terkendali
·      Adanya kesatuan tujuan
Munculnya TQM juga dikarenakan adanya kekurangan atau kesalahan dalam menjalankan bisnis dengan menggunakan pendekatan tradisional. Beberapa kekurangan atau kesalahan tersebut, antara lain :
1.         Berfokus pada jangka pendek
Perusahaan yang menjalankan bisnisnya dengan cara tradisional biasanya berorientasi pada tujuan jangka pendek.
2.         Cenderung bersifat arogan, tidak berfokus pada pelanggan
Sebagian besar perusahaan yang menggunakan pendekatan tradisional bersifat arogan. Mereka menganggap bahwa mereka lebih tahu atau lebih memahami kebutuhan pelanggan dari pada pelanggan itu sendiri.
3.         Memandang rendah kontribusi potensial karyawan
Pendekatan tradisonal sangat memandang rendah kontribusi potensial dari para karyawannya, terutama karyawan operasional.
4.         Menganggap bahwa kualitas yang lebih baik hanya dapat dicapai dengan biaya yang lebih tingg
Pada tahun 1979 Philip Crosby menulis buku yang berjudul Quality Is Free. Pada saat buku tersebut dipublikasikan, tidak banyak manajer tradisional yang bersedia menerima ide tersebut. Namun beberapa tahun kemudian, terbukti bahwa sebenarnya buku tersebut understated.
5.         Mengutamakan bossmanship, bukan leadership
Hingga saat ini masih banyak manajer tradisional yang berpandangan bossmanship, yaitu hanya memberi perintah kepada bawahan, apa dan kapan harus mengerjakan sesuatu.
*        Persyaratan Implementasi TQM
Untuk melakukan suatu perubahan seringkali tidak mudah, apalagi bila menyangkut perubahan yang bersifat fundamental dan menyeluruh. Berkaitan dengan perubahan tersebut, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu :
1.        Perubahan sulit berhasil bila manajemen puncak tidak menginformasikan proses perubahan secara terus-menerus kepada para karyawannya.
2.        Persepsi karyawan atau interpretasinya terhadap perubahan sangat mempengaruhi penolakan terhadap perubahan.
Ada beberapa persyaratan untuk melaksanakan TQM. Persyaratan tersebut meliputi komitmen dari manajemen puncak, adanya steering committee dari seluruh bagian organisasi, perencanaan dan publikasi dan pembentukan infrastruktur yang mendukung penyebarluasan dan perbaikan berkesinambungan.
1.         Komitmen dari manajemen puncak
Hal terutama yang harus ada agar TQM dapat menjadi cara perusahaan menjalankan bisnis adalah komitmen utuh dari manajemen puncak. Komitmen yang dibutuhkan tidak hanya mencakup sumber daya yang diperlukan, tetapi juga waktu yang dicurahkan.
2.         Komitmen atas sumber daya yang dibutuhkan
Implementasi TQM tidaklah harus mahal. Meskipun demikian segala sesuatunya membutuhkan biaya. Biaya yang dibutuhkan sebagian besar digunakan untuk pelatihan.
3.         Organization-wide steering committee
Persyaratan ketiga adalah adanya streering committee pada level puncak. Apapun istilah atau nama yang digunakan, yang pasti harus diketuai oleh orang yang menduduki posisi puncak dalam struktur organisasi dan anggotanya terdiri dari bawahan langsungnya.
4.         Perencanaan dan publikasi
Setelah diperoleh komitmen dari manajemen puncak dan telah terbentuk steering committee, maka langkah selanjutnya adalah melakukan perencanaan dan publikasi. Steering committee tersebut harus mengembangkan hal-hal berikut :
·      Pernyataan visi perusahaan(corporate vision statement). Pernyataan visi adalah suatu pandangan yang bersifat jangka panjang. Visi harus ada dalam suatu perusahaan karena menentukan arah kegiatan perusahaan.
·      Sasaran dan tujuan umum. Sasaran dan tujuan umum disini disusun untuk organisasi secara keseluruhan. Dari situ setiap departemen membentuk tujuan pendukung (supporting objectives) masing-masing.
·      Rencana implementasi TQM. Rencana ini diarahkan oleh visi, sasaran dan tujuan.
·      Program penghargaan dan pengakuan prestasi
·      Pendekatan publisitas. Semua karyawan perlu mengetahui apa yang sedang terjadi sepanjang waktu.
5.         Infrastruktur yang mendukung penyebarluasan dan perbaikan berkesinambungan
Faktor yang tidak kalah pentingnya dalam implementasi TQM adalah infrastruktur yang mendukung penyebarluasan TQM di seluruh bagian organisasi dan perbaikan berkesinambungan. Visi, tujuan, program pengakuan dan penghargaan atas prestasi dan komunikasi merupakan infrastruktur pendukung. Selain itu, masih ada beberapa infrastruktur lain yang dibutuhkan, yaitu :
·      Prosedur. Prosedur yang tidak mendukung budaya kualitas, TQM, dan perbaikan berkesinambungan harus diubah.
·      Organisasi. Struktur organisasi tradisional yang bersifat hierarkis dan fungsional harus diubah menjadi struktur organisasi TQM yang bersifat cross-functional berdasarkan proyek tertentu.
Keseluruhan persyaratan ini mrtupakan tugas awal yang perlu dilakukan dalam memulai implementasi TQM. Selain itu tugas-tugas tersebut masih ada beberapa tugas lainnya yang harus dilakukan, yaitu :
1.         Melatih streering committee
Pelatihan yang dilakukan harus meliputi hal-hal seperti :
·      Empat belas point deming dan deming’s seven deadly diseases
·      Tujuh alat utama dan alat-alat tambahan
·      Pembentukan tim
2.         Identifikasi kekuatan dan kelemahan organisasi,
·      Kemampuan statistik
·      Pengumpulan data dan kemampuan analisis
3.         Identifikasi pendukung potensial TQM
·      Departemen apa yang paling mungkin menjadi pendukung TQM ?
·      Siapa yang akan menolak TQM ?
4.         Identifikasi pelanggan eksternal dan internal
·      Siapa pelanggan akhir organisasi ?
·      Siapa pelanggan intenal dari berbagai departemen ?
·      Siapa pelanggan eksternal dari setiap karyawan indivisual ?
5.         Menyusun cara untuk menentukan kepuasan pelanggan (eksternal/internal)
·      Membentuk patok duga untuk dijadikan dasar untuk mengukur perbaikan / kemajuan.

*        Peranan Manajemen Dalam Implementasi TQM
Setiap organisasi harus memiliki seorang pemimpin. Ada yang mendefinisikan pemimpin sebagai orang yang memberi komando atau panduan kepada suatu kelompok atau aktivitas. Dalam manajemen sendiri masih terjadi perdebatan mengenai siapa yang dapat disebut sebagai pemimpin. Tujuan dari kepemimpinan dalam suatu perusahaan adalah untuk memperbaiki kinerja sumber daya manusia dan mesin, memperbaiki kualitas, untuk meningkatkan output dan secara simultan memberikan kebanggaan atas kecakapan kerja karyawan. Ada beberapa hal yang membedakan antara pemimpin yang baik dan pemimpin yang tidak baik, yaitu :
1.         Pemimpin lebih banyak menggunakan pendekatan pull (menarik) daripada push (mendorong)
Seorang pemimpin yang baik akan terlibat secara nyata dalam usahanya melaksanakan kepemimpinan.
2.         Pemimpin tahu arah tujuannya
Pemimpin menentukan visi organisasi dan cara-cara untuk mencapai visi tersebut. Mereka juga memberikan pedoman dan tujuan yang jelas untuk mencapai kesuksesan dalam jangka panjang.
3.         Pemimpin harus berani dan dapat dipercaya
Pemimpin harus berani mengambil risiko dalam mengahdapi dan mengatasi segala macam rintangan dan hambatan yang timbul. Selain itu pemimpin juga harus dipercaya oleh bawahannya, karena bila tidak ia akan dapat menjadi pemimpin yang baik.
4.         Peranan terpenting dari seorang pemimpin setelah membentuk visi dan cara pencapaiannya adalah membantu para bawahan untuk melakukan pekerjaan mereka dengan rasa bangga.
TQM merupakan transformasi budaya yang disorong oleh definisi ulang terhadap peranan manajemen. Hal ini dikarenakan TQM merupakan pparadigma manajerial baru. Paradigma manajerial sendiri mengandung pengertian cara berpikir dan bertindak dalam menjalankan bisnis. Pihak manajemen harus mengubah dirinya terlebih dahulu, baik aspek nilai, keyakinan, asumsi maupun cara mereka menjalankan bisnis. Pemilihan strategi ini didasarkan pada situasi dan jenis penolakan yang dihadapi.
1.         Pendidikan + Komunikasi
Strategi ini digunakan bila informasi yang tersedia sangat kurang atau tidak akurat. Keuntungan strategi ini adalah bahwa bila seorang karyawan telah diyakinkan, maka ia akan selalu membantu implementasi perubahan ke arah TQM.
2.         Partisipasi + Keterlibatan
Kondisi yang sesuai untuk strategi ini adalah bila manajemen puncak sebagai inisioner perubahan tidak memiliki semua informasi yang dibutuhkan untuk mendesain perubahan, sementara pihak lain (baik manajemen madya maupun karyawan) memiliki kemungkinan besar untuk menolak perubahan.
3.         Fasilitas + Dukungan
Strategi ini diterapkan bila orang menolak perubahan dikarenakan masalah-masalah penyesuaian.
4.         Negoasiasi + Kesepakatan
Strategi ini cocok digunakan bila ada kemungkinan posisi / kedudukan seseorang atau suatu kelompok terancam dengan adanya perubahan yang direncanakan.
5.         Manipulasi + Co-option
Strategi ini dapat diterapkan bila strategi lainnya tidak dapat berjalan sebagaimana yang diharapkan. Strategi ini merupakan solusi terhadap masalah penolakan yang relatif cepat dan merah. Akan tetapi suatu saat mungkin timbul masalah bila karyawan merasa dimanipulasi.
6.         Paksaaan secara eksplisit + implisit
Strategi ini sesuai pada kondisi di mana faktor kecepatan merupakan pertimbangan utama dan inisiator perubahan memiliki kekuasaan (power) yang besar. Strategi ini dapat memberikan hasil dalam waktu yang relatif singkat dan juga dapat mengatasi segala macam penolakan. Akan tetapi strategi ini sangat riskan, karena dapat menyebabkan kebencian yang mendalam terhadap sang inisiator perubahan.
Dari berbagai pengalaman perusahaan-perusahaan yang telah menerapkan TQM diketahui bahwa level manajemen madya paling banyak menimbulkan hambatan bagi kesuksesan TQM. Ada beberapa penyebab mengapa TQM lebih sukar diterima atau didukung oleh manajer madya daripada manajer puncak maupun karyawan langsung (operasional). Di antaranya adalah :
·      Banyak di antara manajer madya yang cukup senior (waktu kerjanya cukup lama) merasa bahwa karirnya sudah mentok dan tidak dapat berkembang lagi. Mereka memandang perubahan yang ditimbulkan TQM sebagai ancaman terhadap upaya mempertahankan status quo.
·      Banyak manajer madya yang menduduki posisi atau saat ini setelah melalui masa kerja yang cukup lama di level operasional. Mereka merasa lebih menguasai pekerjaan bawahannya dari pada para bawahannya itu sendiri.
·      Kebanyakan manajer madya berkeyakinan bahwa dengan hanya melakukan apa yang diwajibkan, tanpa banyak improvisasi, dan menaati segala aturan perusahaan, maka karir dan promosi mereka akan berjalan lancar.
·      Manajer madya sebagai suatu kelompok, cenderung belajarnya lebih sedikit dibandingkan para manajer puncak. Seringkali mereka ketinggalan informasi mengenai setiap perubahan yang ada dalam dunia industri.
*        Pendekatan Impelementasi Yang Harus Dihindari
Dalam implementasi TQM, tidak ada satu pun rumus, kiat atau cara tertentu yang berlaku universal dan dapat menghasilkan kesuksesan dalam segala kondisi dan untuk semua organisasi. Setiap organisasi harus mengadaptasi ide-ide dan teknik-teknik yang sesuai dengan situasi organisasinya, kekuatan dan kelemahan yang dimiliku, budaya organisasi, dan situasi bisnis yang digeluti organisasi tersebut.
Agar implementasi TQM dapat berjalan dengan sukse, perusahaan harus mempelajari semua informasi yang tersedia, baik mengenai implementasi yang sukses maupun yang gagal di perusahaan lain. Kemudian perusahaan mengadaptasi pendekatan yang paling sesuai untuk memberikan hasil yang baik bagi perusahaan itu sendiri. Berikut ini ada beberapa pendekatan implementasi TQM yang harus dihindari.
1.         Jangan melatih semua karyawan sekaligus
Pelatihan yang diberikan kepada sebagian besar karyawan pada tahap awal implementasi TQM bukanlah pendekatan yang benar. Pendekatan yang lebih baik adalah memberikan pelatihan hanya kepada kelompok kecil karyawan saat mereka membutuhkannya atau dengan kata lain pendekatan just-in-time dalam pelatihan.
2.         Jangan tergesa-gesa menerapkan TQM dengan melibatkan terlalu banyak orang dalam suatu tim
Taichi Ohno menerapkan gugus kendali mutu di Toyota secara bertahap. Ia mulai dengan pembentukan tim proses produksi. Ia berpendapat bahwa tim-tim kecil dengan keterampilan yang dibutuhkan oleh proses yang lebih luas akan lebih efisien dari pada operator individual dalam pabrik produksi massa.
3.         Implementasi TQM tidak boleh didelegasikan
Selain harus memiliki komitmen utuh terhadap TQM, manajemen juga harus terlibat langsung secara personal dan aktif dalam impelementasi TQM sehari-hari. Ia boleh mendelegasikan impelementasi TQM kepada pihak lain.
4.         Jangan memulai implementasi bila manajemen belum benar-benar siap
Agar dapat menerapkan suatu sistem baru seperti TQM, manajemen harus benar-benar memahami segala sesuatu mengenai TQM sebelum mencobanya. Bila hal ini tidak dipenuhi, maka usaha yang dilakukan akan sia-sia.
*        Fase-Fase Implementasi TQM
Implementasi TQM bukanlah suatu pendekatan yang sifatnya langsung jadi atau hasilnya diperoleh dalam waktu sekejap, tetapi membutuhkan suatu proses yang sistematis. Banyak pakar yang mengemukakan pendapatnya menegani fase-fase atau tahap-tahap implementasi TQM. Cortada (1993, pp. 179-182) berpendapat bahwa ada 5 tahap transformasi yang dilalui oleh suatu perusahaan semenjak pertama memulai TQM hingga sukses sebagai perusahaan yang berkualitas unggul. George dan Weimerskirch (1994, pp. 259-269) menyatakan bahwa ada 6 fase utama dalam implementasi TQM, yaitu :
1.         Komitmen manajemen senior terhadap perubahan
2.         Penilaian sistem perusahaan, baik secara internal maupun eksternal
3.         Pelembangaan fokus pada pelanggan
4.         Pelembangaan TQM dalam perencanaan strategik, keterlibatan karyawan, manajemen proses dan sistem pengukuran.
5.         Penyesuaian dan perluasan tujuan manajemen guna memenuhi dan melampaui harapan pelanggan
6.         Perbaikan atau penyempurnaan sistem
Sementara itu Goetsch dan Davis (1994, pp. 584-589) memberikan klasifikasi fase implementasi yang lebih rinci dan sistematis. Fase implementasi TQM dikelompokkan menjadi tiga fase, yaitu fase persiapan, fase perencanaan dan fase pelaksanaan. Masing-masing fase terdiri atas beberapa langkah, di mana waktu yang dibutuhkan untuk setiap langkah tergantung pada organisasi yang menerapkannya.
1.         Fase Persiapan
Fase ini terdiri atas 10 langkah yang diberi label A sampai J. Sebelum langkah pertama dapat dimulai, syarat utama yang harus dipenuhi adalah adanya komitmen penuh dari manajemen puncak atas waktu dan sumber daya yang dibutuhkan.
Langkah A: Membentuk Total Quality  Steering Committee
Eksekutif puncak menunjuk staf terdekat (bawahan langsungnhya) untuk menjadi anggota steering committee. Ia sendiri menjadi ketuanya.
Langkah B: Membentuk Tim
Steering committee perlu mengadakan suatu sesi pembentukan tim sebelum memulai kegiatan TQM. Biasanya langkah ini membutuhkan konsultan dari luar perusahaan.
Langkah C: Pelatihan TQM
Steering committee membutuhkan pelatihan yang berkaitan dengan filosofi, teknik, dan alat-alat TQM sebelum memulai aktivitas TQM. Biasanya pelatihan ini dilakukan dengan mendatangkan konsultan dari luar perusahaan.
Langkah D: Menyusun Pernyataan Visi dan Prinsip sebagai Pedoman
Usaha nyata pertama dalam pelaksanaan TQM adalah menyusun pernyataan visi organisasi dan prinsip-prinsip pedoman operasi perusahaan.
Langkah E: Menyusun Tujuan Umum
Steering committee menyusun tujuan umum perusahaan berdasarkan pernyataan visi yang telah ditetapkan. Tujuan ini sendiri terdiri atas tujuan strategis dan tujuan taktis.
Langkah F: Komunikasi dan Publikasi
Eksekutif puncak dan steering committee perlu mengomunikasikan setiap informasi mengenai langkah A-C. Semua orang dalam organisasi harus memahami visi, prinsip-prinsip sebagai pedoman, tujuan dan TQM. Mereka perlu mengetahui alasan diterapkannya TQM.
Langkah G: Identifikasi Kekuatan dan Kelemahan
Steering committee harus secara objektif mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan organisasi. Informasi ini bermanfaat sebagai pedoman dalam melaksanakan pendekatan terbaik dalam implementasi TQM.
Langkah H: Identifikasi Pendukung dan Penolak
Langkah ini bisa dilaksanakan bersamaan dengan langkah G atau sesudahnya. Steering committee perlu mencoba mengidentifikasi orang-orang kunci yang mungkin menjadi pendukung TQM dan mereka yang mungkin menolak TQM. Hal ini bermanfaat dalam pemilihan proyek awal dan anggota-anggota tim.
Langkah I: Memperkirakan Sikap Karyawan
Langkah ini juga bisa berbarengan dengan langkah G atau sesudahnya. Dengan bantuan departemen personalia atau konsultan luar, steering committee perlu berusaha memperkirakan sikap karyawan pada saat ini.
Langkah J: Mengukur Kepuasan Pelanggan
Langkah ini bisa dilaksanakan berbarengan dengan langkah G atau setelahnya. Steering committee perlu barusaha mendapatkan umpan balik objektif dari para pelanggan guna menentukan tingkat kepuasan mereka.
2.         Fase Perencanaan
Langkah K: Merencanakan Pendekatan Implementasi, kemudian Menggunakan Siklus Plan/Do/Check/Adjust
Langkah ini dapat dimulai berbarengan dengan langkah G atau sesudahnya. Pada langkah ini steering committee merencanakan implementasi TQM. Langkah ini bersifat terus-menerus, karena pada saat proyek berlangsung, informasi-informasi umpan balik akan dikembalikan pada langkah ini untuk melakukan perbaikan, penyesuaian dan sebagainya.
Langkah L: Identifikasi Proyek
Steering committee bertanggung jawab untuk memilih proyek awal TQM, yang didasarkan pada kekuatan dan kelemahan perusahaan, personil yang terlibat, visi dan tujuan, dan kemungkinan suksesnya.
Langkag M: Komposisi Tim
Setelah proyek-proyek terpilih, steering committee membentuk komposisi tim-tim yang akan melaksanakannya.
Langkah N: Pelatihan Tim
Sebelum tim yang baru terbentuk melaksanakan tugasnya, mereka harus dilatih terlebih dahulu. Pelatihan yang diberikan harus mencakup dasar-dasar TQM dan alat-alat yang sesuai dengan proyek yang ditangani.
3.         Fase Pelaksanaan
Langkah P: Penggiatan Tim
Steering committee memberikan bimbingan kepada setiap tim dan mengaktifkan mereka. Masing-masing tim mengerjakan proyek-proyeknya dengan menggunakan teknik-teknik TQM yang telah mereka pelajari. Mereka menggunakan siklus Plan/Do/Check/Adjust sebagai model proses TQM.
Langkah Q: Umpan Balik kepada Steering Committee
Dalam langkah ini, tim proyek memberikan informasi umpan balik kepada steering committee mengenai kemajuan dari hasil-hasil yang dicapai. Umpan balik tersebut akan digunakan steering committee untuk menentukan apakah perlu dilakukan penyesuaian atau perubahan.
Langkah R: Umpan Balik dari Pelanggan
Tim proyek khusus disebarkan untuk mengumpulkan informasi umpan balik dari pelanggan, baik pelanggan eksternal maupun internal. Survai formal pelanggan eksternal perlu dilaksanakan setiap tahun.
Langkah S: Umpan Balik dari Karyawan
Tim proyek khusus lainnya secara periodik memantau sikap dan kepuasan karyawan. Hal ini bisa dijalankan dengan mengadakan survai formal setiap tahun. Steering committee dan manajer lainnya perlu berhubungan dekat dengan karyawan sehingga dapat memperoleh informasi yang akurat mengenai sikap dan kepuasan mereka.