Latar
Belakang Perlunya Perubahan
Dalam
era globalisasi dan liberalisasi perdagangan ini terjadi berbagai perubahan
dalam hampir semua aspek, misalnya dalam aspek politik, sosial budaya, ekonomi,
teknologi, hankam dan hukum. Perubahan
yang terjadi tersebut ada yang bersifat makro dan ada pula yang bersifat mikro.
Kekuatan
eksternal yang mendorong diperlukannya perubahan bersal dari luar organisasi.
Ada empat kekuatan eksternal utama, yaitu karakteristik demografi, kemajuan
teknologi, perubahan pasar dan tekanan sosial dan politik.
1.
Karakteristik demografi
Perubahan-perubahan
demografi yang dapat mendorong diperlukannya perubahan antara lain menyangkut
tingkat pendidikan dan keterampilan angkatan kerja yang tidak sesuai dengan
kebutuhan perusahaan, banyaknya kaum wanita yang masuk dalam angkatan kerja,
dan lain-lain.
2.
Kemajuan teknologi
Dewasa ini semakin
banyak perusahaan manufaktur dan jasa yang memanfaatkan teknologi sebagai alat
untuk meningkatkan produktivitas dan daya saingnya.
3.
Perubahan pasar
Faktor yang paling kuat
pengaruhnya dalam perubahan pasar adalah perubahan preferensi konsumen. Semakin
hari konsumen semakin ‘terdidik” dalam artinya mereka makin memahami segala
sesuatu yang berkaitan dengan kebutuhan dan pemenuhan kebutuhannya.
4.
Tekanan sosial dan politik
Kekuatan keempat ini
disebabkan oleh kejadian-kejadian sosial dan politik. Nilai-nilai pribadi dapat
mempengaruhi kebutuhan, prioritas, dan motivasi karyawan.
Selain
didorong oleh kekuatan eksternal, kebutuhan akan perubahan juga dapat didorong
oleh kekuatan internal yang berasal dari dalam organisasi sendiri. Kekuatan
internal ini bisa dipengaruhi oleh masalah sumber daya manusia dan perilaku
atau keputusan manajerial.
1.
Permasalahan/prospek sumber daya manusia
Munculnya
masalah ini berkaitan dengan persepsi karyawan atas perlakuan terhadap mereka
dalam pekerjaannya dan kesesuaian antara kebutuhan dan keinginan individual dan
organisasional.
2.
Perilaku/keputusan manajerial
Konflik
interpersonal, perilaku pemimpin yang tidak sesuai, sistem penghargaan yang
tidak memadai, serta adanya reorganisasi struktural merupakan faktor-faktor
pendorong diperlukannya perubahan yang berkaitan dengan perilaku/keputusan
manajerial.
Total
Quality Management (TQM) merupakan suatu konsep manajemen modern yang berusaha
untuk memberikan respon secara tepat terhadap setiap perubahan yang ada, baik
yang didorong oleh kekuatan eksternal maupun internal organisasi. TQM lebih
berfokus pada tujuan perusahaan untuk melayani kebutuhan pelanggan dengan
memasok barang dan jasa yang memiliki kualitas setinggi mungkin. Kehadiran TQM
sebgaai paradigma baru menuntut komitmen jangka panjang dan perubahan total
atas paradigma manajemen tradisonal. Perlunya perubahan total dikarenakan cara
menjalankan bisnis dengan TQM berbeda sekali dengan cara tradisional dalam
menjalankan bisnis. Perbedaan pokoknya berupa karakteristik yang tercakup dalam
unsur TQM, yaitu :
· Fokus
pada pelanggan, baik pelanggan internal maupun eksternal
· Obsesi
tinggi terhadapa kualitas
· Penggunaan
pendekatan ilmiah dalam pengambilan keputusan dan pemecahan masalah
· Komitmen
jangka panjang
· Kerja
sama tim (teamwork)
· Adanya
keterlibatan dan pemberdayaan karyawan.
· Adanya
pendidikan dan pelatihan yang bersifat bottom-up
· Kebebasan
yang terkendali
· Adanya
kesatuan tujuan
Munculnya
TQM juga dikarenakan adanya kekurangan atau kesalahan dalam menjalankan bisnis
dengan menggunakan pendekatan tradisional. Beberapa kekurangan atau kesalahan
tersebut, antara lain :
1.
Berfokus pada jangka pendek
Perusahaan
yang menjalankan bisnisnya dengan cara tradisional biasanya berorientasi pada
tujuan jangka pendek.
2.
Cenderung bersifat arogan, tidak
berfokus pada pelanggan
Sebagian
besar perusahaan yang menggunakan pendekatan tradisional bersifat arogan.
Mereka menganggap bahwa mereka lebih tahu atau lebih memahami kebutuhan
pelanggan dari pada pelanggan itu sendiri.
3.
Memandang rendah kontribusi potensial
karyawan
Pendekatan
tradisonal sangat memandang rendah kontribusi potensial dari para karyawannya,
terutama karyawan operasional.
4.
Menganggap bahwa kualitas yang lebih
baik hanya dapat dicapai dengan biaya yang lebih tingg
Pada
tahun 1979 Philip Crosby menulis buku yang berjudul Quality Is Free. Pada saat buku tersebut dipublikasikan, tidak
banyak manajer tradisional yang bersedia menerima ide tersebut. Namun beberapa
tahun kemudian, terbukti bahwa sebenarnya buku tersebut understated.
5.
Mengutamakan bossmanship, bukan leadership
Hingga
saat ini masih banyak manajer tradisional yang berpandangan bossmanship, yaitu
hanya memberi perintah kepada bawahan, apa dan kapan harus mengerjakan sesuatu.
Persyaratan
Implementasi TQM
Untuk
melakukan suatu perubahan seringkali tidak mudah, apalagi bila menyangkut
perubahan yang bersifat fundamental dan menyeluruh. Berkaitan dengan perubahan
tersebut, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu :
1.
Perubahan sulit berhasil bila manajemen
puncak tidak menginformasikan proses perubahan secara terus-menerus kepada para
karyawannya.
2.
Persepsi karyawan atau interpretasinya
terhadap perubahan sangat mempengaruhi penolakan terhadap perubahan.
Ada
beberapa persyaratan untuk melaksanakan TQM. Persyaratan tersebut meliputi
komitmen dari manajemen puncak, adanya steering committee dari seluruh bagian
organisasi, perencanaan dan publikasi dan pembentukan infrastruktur yang
mendukung penyebarluasan dan perbaikan berkesinambungan.
1.
Komitmen dari manajemen puncak
Hal
terutama yang harus ada agar TQM dapat menjadi cara perusahaan menjalankan
bisnis adalah komitmen utuh dari manajemen puncak. Komitmen yang dibutuhkan
tidak hanya mencakup sumber daya yang diperlukan, tetapi juga waktu yang
dicurahkan.
2.
Komitmen atas sumber daya yang
dibutuhkan
Implementasi
TQM tidaklah harus mahal. Meskipun demikian segala sesuatunya membutuhkan
biaya. Biaya yang dibutuhkan sebagian besar digunakan untuk pelatihan.
3.
Organization-wide steering committee
Persyaratan
ketiga adalah adanya streering committee pada level puncak. Apapun istilah atau
nama yang digunakan, yang pasti harus diketuai oleh orang yang menduduki posisi
puncak dalam struktur organisasi dan anggotanya terdiri dari bawahan
langsungnya.
4.
Perencanaan dan publikasi
Setelah
diperoleh komitmen dari manajemen puncak dan telah terbentuk steering
committee, maka langkah selanjutnya adalah melakukan perencanaan dan publikasi.
Steering committee tersebut harus mengembangkan hal-hal berikut :
· Pernyataan visi
perusahaan(corporate vision statement). Pernyataan visi adalah
suatu pandangan yang bersifat jangka panjang. Visi harus ada dalam suatu
perusahaan karena menentukan arah kegiatan perusahaan.
· Sasaran dan tujuan umum.
Sasaran dan tujuan umum disini disusun untuk organisasi secara keseluruhan.
Dari situ setiap departemen membentuk tujuan pendukung (supporting objectives)
masing-masing.
· Rencana implementasi TQM.
Rencana ini diarahkan oleh visi, sasaran dan tujuan.
· Program
penghargaan dan pengakuan prestasi
· Pendekatan
publisitas. Semua karyawan perlu mengetahui apa yang sedang terjadi sepanjang
waktu.
5.
Infrastruktur yang mendukung
penyebarluasan dan perbaikan berkesinambungan
Faktor
yang tidak kalah pentingnya dalam implementasi TQM adalah infrastruktur yang
mendukung penyebarluasan TQM di seluruh bagian organisasi dan perbaikan
berkesinambungan. Visi, tujuan, program pengakuan dan penghargaan atas prestasi
dan komunikasi merupakan infrastruktur pendukung. Selain itu, masih ada
beberapa infrastruktur lain yang dibutuhkan, yaitu :
· Prosedur.
Prosedur yang tidak mendukung budaya kualitas, TQM, dan perbaikan
berkesinambungan harus diubah.
· Organisasi.
Struktur organisasi tradisional yang bersifat hierarkis dan fungsional harus
diubah menjadi struktur organisasi TQM yang bersifat cross-functional berdasarkan proyek tertentu.
Keseluruhan
persyaratan ini mrtupakan tugas awal yang perlu dilakukan dalam memulai
implementasi TQM. Selain itu tugas-tugas tersebut masih ada beberapa tugas
lainnya yang harus dilakukan, yaitu :
1.
Melatih streering committee
Pelatihan
yang dilakukan harus meliputi hal-hal seperti :
· Empat
belas point deming dan deming’s seven deadly diseases
· Tujuh
alat utama dan alat-alat tambahan
· Pembentukan
tim
2.
Identifikasi kekuatan dan kelemahan
organisasi,
· Kemampuan
statistik
· Pengumpulan
data dan kemampuan analisis
3.
Identifikasi pendukung potensial TQM
· Departemen
apa yang paling mungkin menjadi pendukung TQM ?
· Siapa
yang akan menolak TQM ?
4.
Identifikasi pelanggan eksternal dan
internal
· Siapa
pelanggan akhir organisasi ?
· Siapa
pelanggan intenal dari berbagai departemen ?
· Siapa
pelanggan eksternal dari setiap karyawan indivisual ?
5.
Menyusun cara untuk menentukan kepuasan
pelanggan (eksternal/internal)
· Membentuk
patok duga untuk dijadikan dasar untuk mengukur perbaikan / kemajuan.
Peranan
Manajemen Dalam Implementasi TQM
Setiap
organisasi harus memiliki seorang pemimpin. Ada yang mendefinisikan pemimpin
sebagai orang yang memberi komando atau panduan kepada suatu kelompok atau
aktivitas. Dalam manajemen sendiri masih terjadi perdebatan mengenai siapa yang
dapat disebut sebagai pemimpin. Tujuan dari kepemimpinan dalam suatu perusahaan
adalah untuk memperbaiki kinerja sumber daya manusia dan mesin, memperbaiki
kualitas, untuk meningkatkan output dan secara simultan memberikan kebanggaan
atas kecakapan kerja karyawan. Ada beberapa hal yang membedakan antara pemimpin
yang baik dan pemimpin yang tidak baik, yaitu :
1.
Pemimpin lebih banyak menggunakan
pendekatan pull (menarik) daripada push (mendorong)
Seorang
pemimpin yang baik akan terlibat secara nyata dalam usahanya melaksanakan
kepemimpinan.
2.
Pemimpin tahu arah tujuannya
Pemimpin
menentukan visi organisasi dan cara-cara untuk mencapai visi tersebut. Mereka
juga memberikan pedoman dan tujuan yang jelas untuk mencapai kesuksesan dalam
jangka panjang.
3.
Pemimpin harus berani dan dapat
dipercaya
Pemimpin
harus berani mengambil risiko dalam mengahdapi dan mengatasi segala macam
rintangan dan hambatan yang timbul. Selain itu pemimpin juga harus dipercaya
oleh bawahannya, karena bila tidak ia akan dapat menjadi pemimpin yang baik.
4.
Peranan terpenting dari seorang pemimpin
setelah membentuk visi dan cara pencapaiannya adalah membantu para bawahan
untuk melakukan pekerjaan mereka dengan rasa bangga.
TQM
merupakan transformasi budaya yang disorong oleh definisi ulang terhadap
peranan manajemen. Hal ini dikarenakan TQM merupakan pparadigma manajerial
baru. Paradigma manajerial sendiri mengandung pengertian cara berpikir dan
bertindak dalam menjalankan bisnis. Pihak manajemen harus mengubah dirinya
terlebih dahulu, baik aspek nilai, keyakinan, asumsi maupun cara mereka
menjalankan bisnis. Pemilihan strategi ini didasarkan pada situasi dan jenis
penolakan yang dihadapi.
1.
Pendidikan + Komunikasi
Strategi
ini digunakan bila informasi yang tersedia sangat kurang atau tidak akurat.
Keuntungan strategi ini adalah bahwa bila seorang karyawan telah diyakinkan,
maka ia akan selalu membantu implementasi perubahan ke arah TQM.
2.
Partisipasi + Keterlibatan
Kondisi
yang sesuai untuk strategi ini adalah bila manajemen puncak sebagai inisioner
perubahan tidak memiliki semua informasi yang dibutuhkan untuk mendesain
perubahan, sementara pihak lain (baik manajemen madya maupun karyawan) memiliki
kemungkinan besar untuk menolak perubahan.
3.
Fasilitas + Dukungan
Strategi
ini diterapkan bila orang menolak perubahan dikarenakan masalah-masalah
penyesuaian.
4.
Negoasiasi + Kesepakatan
Strategi
ini cocok digunakan bila ada kemungkinan posisi / kedudukan seseorang atau
suatu kelompok terancam dengan adanya perubahan yang direncanakan.
5.
Manipulasi + Co-option
Strategi
ini dapat diterapkan bila strategi lainnya tidak dapat berjalan sebagaimana
yang diharapkan. Strategi ini merupakan solusi terhadap masalah penolakan yang
relatif cepat dan merah. Akan tetapi suatu saat mungkin timbul masalah bila
karyawan merasa dimanipulasi.
6.
Paksaaan secara eksplisit + implisit
Strategi
ini sesuai pada kondisi di mana faktor kecepatan merupakan pertimbangan utama
dan inisiator perubahan memiliki kekuasaan (power)
yang besar. Strategi ini dapat memberikan hasil dalam waktu yang relatif singkat
dan juga dapat mengatasi segala macam penolakan. Akan tetapi strategi ini
sangat riskan, karena dapat menyebabkan kebencian yang mendalam terhadap sang
inisiator perubahan.
Dari
berbagai pengalaman perusahaan-perusahaan yang telah menerapkan TQM diketahui
bahwa level manajemen madya paling banyak menimbulkan hambatan bagi kesuksesan
TQM. Ada beberapa penyebab mengapa TQM lebih sukar diterima atau didukung oleh
manajer madya daripada manajer puncak maupun karyawan langsung (operasional).
Di antaranya adalah :
· Banyak
di antara manajer madya yang cukup senior (waktu kerjanya cukup lama) merasa
bahwa karirnya sudah mentok dan tidak dapat berkembang lagi. Mereka memandang
perubahan yang ditimbulkan TQM sebagai ancaman terhadap upaya mempertahankan
status quo.
· Banyak
manajer madya yang menduduki posisi atau saat ini setelah melalui masa kerja
yang cukup lama di level operasional. Mereka merasa lebih menguasai pekerjaan
bawahannya dari pada para bawahannya itu sendiri.
· Kebanyakan
manajer madya berkeyakinan bahwa dengan hanya melakukan apa yang diwajibkan,
tanpa banyak improvisasi, dan menaati segala aturan perusahaan, maka karir dan
promosi mereka akan berjalan lancar.
· Manajer
madya sebagai suatu kelompok, cenderung belajarnya lebih sedikit dibandingkan
para manajer puncak. Seringkali mereka ketinggalan informasi mengenai setiap
perubahan yang ada dalam dunia industri.
Pendekatan
Impelementasi Yang Harus Dihindari
Dalam
implementasi TQM, tidak ada satu pun rumus, kiat atau cara tertentu yang
berlaku universal dan dapat menghasilkan kesuksesan dalam segala kondisi dan
untuk semua organisasi. Setiap organisasi harus mengadaptasi ide-ide dan teknik-teknik
yang sesuai dengan situasi organisasinya, kekuatan dan kelemahan yang dimiliku,
budaya organisasi, dan situasi bisnis yang digeluti organisasi tersebut.
Agar
implementasi TQM dapat berjalan dengan sukse, perusahaan harus mempelajari
semua informasi yang tersedia, baik mengenai implementasi yang sukses maupun
yang gagal di perusahaan lain. Kemudian perusahaan mengadaptasi pendekatan yang
paling sesuai untuk memberikan hasil yang baik bagi perusahaan itu sendiri.
Berikut ini ada beberapa pendekatan implementasi TQM yang harus dihindari.
1.
Jangan melatih semua karyawan sekaligus
Pelatihan
yang diberikan kepada sebagian besar karyawan pada tahap awal implementasi TQM
bukanlah pendekatan yang benar. Pendekatan yang lebih baik adalah memberikan
pelatihan hanya kepada kelompok kecil karyawan saat mereka membutuhkannya atau
dengan kata lain pendekatan just-in-time
dalam pelatihan.
2.
Jangan tergesa-gesa menerapkan TQM
dengan melibatkan terlalu banyak orang dalam suatu tim
Taichi
Ohno menerapkan gugus kendali mutu di Toyota secara bertahap. Ia mulai dengan
pembentukan tim proses produksi. Ia berpendapat bahwa tim-tim kecil dengan
keterampilan yang dibutuhkan oleh proses yang lebih luas akan lebih efisien
dari pada operator individual dalam pabrik produksi massa.
3.
Implementasi TQM tidak boleh
didelegasikan
Selain
harus memiliki komitmen utuh terhadap TQM, manajemen juga harus terlibat
langsung secara personal dan aktif dalam impelementasi TQM sehari-hari. Ia
boleh mendelegasikan impelementasi TQM kepada pihak lain.
4.
Jangan memulai implementasi bila
manajemen belum benar-benar siap
Agar
dapat menerapkan suatu sistem baru seperti TQM, manajemen harus benar-benar
memahami segala sesuatu mengenai TQM sebelum mencobanya. Bila hal ini tidak
dipenuhi, maka usaha yang dilakukan akan sia-sia.
Fase-Fase
Implementasi TQM
Implementasi
TQM bukanlah suatu pendekatan yang sifatnya langsung jadi atau hasilnya
diperoleh dalam waktu sekejap, tetapi membutuhkan suatu proses yang sistematis.
Banyak pakar yang mengemukakan pendapatnya menegani fase-fase atau tahap-tahap
implementasi TQM. Cortada (1993, pp.
179-182) berpendapat bahwa ada 5 tahap transformasi yang dilalui oleh suatu
perusahaan semenjak pertama memulai TQM hingga sukses sebagai perusahaan yang
berkualitas unggul. George dan
Weimerskirch (1994, pp. 259-269) menyatakan bahwa ada 6 fase utama dalam
implementasi TQM, yaitu :
1.
Komitmen manajemen senior terhadap
perubahan
2.
Penilaian sistem perusahaan, baik secara
internal maupun eksternal
3.
Pelembangaan fokus pada pelanggan
4.
Pelembangaan TQM dalam perencanaan
strategik, keterlibatan karyawan, manajemen proses dan sistem pengukuran.
5.
Penyesuaian dan perluasan tujuan
manajemen guna memenuhi dan melampaui harapan pelanggan
6.
Perbaikan atau penyempurnaan sistem
Sementara
itu Goetsch dan Davis (1994, pp.
584-589) memberikan klasifikasi fase implementasi yang lebih rinci dan
sistematis. Fase implementasi TQM dikelompokkan menjadi tiga fase, yaitu fase
persiapan, fase perencanaan dan fase pelaksanaan. Masing-masing fase terdiri
atas beberapa langkah, di mana waktu yang dibutuhkan untuk setiap langkah
tergantung pada organisasi yang menerapkannya.
1.
Fase Persiapan
Fase
ini terdiri atas 10 langkah yang diberi label A sampai J. Sebelum langkah
pertama dapat dimulai, syarat utama yang harus dipenuhi adalah adanya komitmen
penuh dari manajemen puncak atas waktu dan sumber daya yang dibutuhkan.
Langkah A:
Membentuk Total Quality Steering Committee
Eksekutif
puncak menunjuk staf terdekat (bawahan langsungnhya) untuk menjadi anggota
steering committee. Ia sendiri menjadi ketuanya.
Langkah B:
Membentuk Tim
Steering
committee perlu mengadakan suatu sesi pembentukan tim sebelum memulai kegiatan
TQM. Biasanya langkah ini membutuhkan konsultan dari luar perusahaan.
Langkah C:
Pelatihan TQM
Steering
committee membutuhkan pelatihan yang berkaitan dengan filosofi, teknik, dan
alat-alat TQM sebelum memulai aktivitas TQM. Biasanya pelatihan ini dilakukan
dengan mendatangkan konsultan dari luar perusahaan.
Langkah D:
Menyusun Pernyataan Visi dan Prinsip
sebagai Pedoman
Usaha
nyata pertama dalam pelaksanaan TQM adalah menyusun pernyataan visi organisasi
dan prinsip-prinsip pedoman operasi perusahaan.
Langkah E:
Menyusun Tujuan Umum
Steering
committee menyusun tujuan umum perusahaan berdasarkan pernyataan visi yang
telah ditetapkan. Tujuan ini sendiri terdiri atas tujuan strategis dan tujuan
taktis.
Langkah F: Komunikasi dan Publikasi
Eksekutif
puncak dan steering committee perlu mengomunikasikan setiap informasi mengenai
langkah A-C. Semua orang dalam organisasi harus memahami visi, prinsip-prinsip
sebagai pedoman, tujuan dan TQM. Mereka perlu mengetahui alasan diterapkannya
TQM.
Langkah G:
Identifikasi Kekuatan dan Kelemahan
Steering
committee harus secara objektif mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan
organisasi. Informasi ini bermanfaat sebagai pedoman dalam melaksanakan
pendekatan terbaik dalam implementasi TQM.
Langkah H:
Identifikasi Pendukung dan Penolak
Langkah
ini bisa dilaksanakan bersamaan dengan langkah G atau sesudahnya. Steering
committee perlu mencoba mengidentifikasi orang-orang kunci yang mungkin menjadi
pendukung TQM dan mereka yang mungkin menolak TQM. Hal ini bermanfaat dalam
pemilihan proyek awal dan anggota-anggota tim.
Langkah I:
Memperkirakan Sikap Karyawan
Langkah
ini juga bisa berbarengan dengan langkah G atau sesudahnya. Dengan bantuan
departemen personalia atau konsultan luar, steering committee perlu berusaha
memperkirakan sikap karyawan pada saat ini.
Langkah J:
Mengukur Kepuasan Pelanggan
Langkah
ini bisa dilaksanakan berbarengan dengan langkah G atau setelahnya. Steering
committee perlu barusaha mendapatkan umpan balik objektif dari para pelanggan guna
menentukan tingkat kepuasan mereka.
2.
Fase Perencanaan
Langkah K:
Merencanakan Pendekatan Implementasi,
kemudian Menggunakan Siklus Plan/Do/Check/Adjust
Langkah
ini dapat dimulai berbarengan dengan langkah G atau sesudahnya. Pada langkah
ini steering committee merencanakan implementasi TQM. Langkah ini bersifat
terus-menerus, karena pada saat proyek berlangsung, informasi-informasi umpan
balik akan dikembalikan pada langkah ini untuk melakukan perbaikan, penyesuaian
dan sebagainya.
Langkah L:
Identifikasi Proyek
Steering
committee bertanggung jawab untuk memilih proyek awal TQM, yang didasarkan pada
kekuatan dan kelemahan perusahaan, personil yang terlibat, visi dan tujuan, dan
kemungkinan suksesnya.
Langkag M:
Komposisi Tim
Setelah
proyek-proyek terpilih, steering committee membentuk komposisi tim-tim yang
akan melaksanakannya.
Langkah N:
Pelatihan Tim
Sebelum
tim yang baru terbentuk melaksanakan tugasnya, mereka harus dilatih terlebih
dahulu. Pelatihan yang diberikan harus mencakup dasar-dasar TQM dan alat-alat
yang sesuai dengan proyek yang ditangani.
3.
Fase Pelaksanaan
Langkah P:
Penggiatan Tim
Steering
committee memberikan bimbingan kepada setiap tim dan mengaktifkan mereka.
Masing-masing tim mengerjakan proyek-proyeknya dengan menggunakan teknik-teknik
TQM yang telah mereka pelajari. Mereka menggunakan siklus Plan/Do/Check/Adjust
sebagai model proses TQM.
Langkah Q:
Umpan Balik kepada Steering Committee
Dalam
langkah ini, tim proyek memberikan informasi umpan balik kepada steering
committee mengenai kemajuan dari hasil-hasil yang dicapai. Umpan balik tersebut
akan digunakan steering committee untuk menentukan apakah perlu dilakukan
penyesuaian atau perubahan.
Langkah R:
Umpan Balik dari Pelanggan
Tim
proyek khusus disebarkan untuk mengumpulkan informasi umpan balik dari
pelanggan, baik pelanggan eksternal maupun internal. Survai formal pelanggan
eksternal perlu dilaksanakan setiap tahun.
Langkah S:
Umpan Balik dari Karyawan
Tim
proyek khusus lainnya secara periodik memantau sikap dan kepuasan karyawan. Hal
ini bisa dijalankan dengan mengadakan survai formal setiap tahun. Steering
committee dan manajer lainnya perlu berhubungan dekat dengan karyawan sehingga
dapat memperoleh informasi yang akurat mengenai sikap dan kepuasan mereka.